Remaja dan Narkoba

Apa yang kalian pikirkan apabila mendengar kata “remaja”? Benar, nakal. Hampir semua remaja sedang dalam kondisi kejiwaan yang labil, karena kondisi kejiwaan remaja yang labil inilah apa bila salah dalam pergaulan mereka akan sering melakukan kenakalan remaja.

Di fase ini, anak-anak muda sedang giat mencari jati diri, mereka selalu penasaran dan sangat bersemangat dengan hal-hal baru. Karena sangat penasaran dengan hal-hal yang baru, tak jarang mereka mencoba hal-hal yang dilarang oleh orang tua, seperti merokok, minum-minuman keras, atau bahkan mencoba narkoba.

Hasil survei BNN di atas, dari tiap-tiap universitas dan sekolah pada 2011 itu ditaksir bisa lebih besar lagi saat ini, mengingat adanya tren peningkatan pengguna narkotika. Artinya dari empat juta orang di Indonesia yang menyalahgunakan narkoba, 22 persen di antaranya merupakan anak muda yang masih duduk di bangku sekolah dan universitas. Lemahnya pengawasan orangtua serta labilnya psikologi remaja membuat mereka mudah terjerumus menggunakan narkotika.

Umumnya pengguna yang berada di kelompok 15–20 tahun menggunakan narkotika jenis ganja dan psikotropika seperti Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Megadon. Sejak 2010 sampai 2013 tercatat ada peningkatan jumlah pelajar dan mahasiswa yang menjadi tersangka kasus narkoba. Pada 2010 tercatat ada 531 tersangka narkotika, jumlah itu meningkat menjadi 605 pada 2011. Setahun kemudian, terdapat 695 tersangka narkotika, dan tercatat 1.121 tersangka pada 2013.

Kecenderungan yang sama juga terlihat pada data tersangka narkoba berstatus mahasiswa. Pada 2010, terdata ada 515  tersangka, dan terus naik menjadi 607 tersangka pada 2011. Setahun kemudian, tercatat 709 tersangka, dan 857 tersangka di tahun 2013. Sebagian besar pelajar dan mahasiswa yang terjerat UU Narkotika, merupakan konsumen atau pengguna.

Pada 2011 BNN juga melakukan survei nasional perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa. Dari penelitian di 16 provinsi di tanah air,  ditemukan 2,6 persen siswa SLTP sederajat pernah menggunakan narkoba, dan 4,7 persen siswa SMA terdata pernah memakai barang haram itu. Sementara untuk perguruan tinggi, ada 7,7 persen mahasiswa yang pernah mencoba narkoba.

Usia remaja dan mahasiswa rentan terpapar narkotika karena belum mencapai tingkat kematangan memadai. Karena cenderung labil, kelompok pelajar dan mahasiswa kerap menjadi pasar empuk bagi pengedar. Meski termasuk golongan yang belum mandiri secara finansial, pelajar dinilai kerap melakukan tindakan nekat jika sudah masuk ke tahap pecandu berat. Hal itu membuat praktik penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar dan mahasiswa kerap terkait dengan tindakan kriminal seperti pemalakan, penjambretan hingga pencurian.

Banyak faktor yang membuat pelajar rentan terkena narkotika. Selain psikologi remaja yang cenderung labil, faktor lain yakni lemahnya kontrol dari pihak sekolah dan keluarga. Kerap ditemukan kasus penyalahgunaan narkoba yang bersumber dari kurang harmonisnya keluarga. Keluarga jadi faktor kunci untuk mencegah penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar. Hal ini tidak bisa dianggap remeh, apalagi pengedar biasa melakukan pendekatan yang lebih personal.

Tindak penyalah gunaan narkoba di kalangan pelajar merupakan fenomena berantai. Sehingga, jika seorang pelajar menjadi pencandu maka kemungkinan besar akan menyeret temannya. Hal ini dimanfaatkan oleh sindikat pengedar, sebab meski daya belinya kurang baik, tetapi dia tidak ingin terjerat sendiri, umumnya mengajak teman terdekatnya.

Sumber: http://harianterbit.com/read/2014/09/13/8219/29/18/22-Persen-Pengguna-Narkoba-Kalangan-Pelajar